Kota Solo atau Sala mempunyai nama resmi Surakarta, adalah nama sebuah kota di Propinsi Jawa Tengah. Kota Solo merupakan kota besar kesepuluh setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Yogyakarta.
Kota Surakarta memiliki semboyan BERSERI yang merupakan akronim dari Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah. Selain itu Solo juga memiliki slogan pariwisata Solo the Spirit of Java yang diharapkan bisa membangun pandangan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.
Warga eks Karesidenan Surakarta / SUBOSUKAWONOSRATEN (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten) masih sering menyebut dirinya orang 'Solo' (bentuk alternatif dari Surakarta) meskipun tidak berasal dari kota Surakarta sendiri. Hal ini dilakukan sebagai identifikasi untuk membedakan diri mereka dari orang 'Semarang' dan 'Yogya'.
Meskipun bukan ibukota provinsi, namun Surakarta berstatus sebagai kota besar dan menjadi salah satu kota terpenting di Indonesia dikarenakan masyarakatnya mempunyai karakter yang kuat, yaitu lembut dalam bahasa, tingkah laku, serta tutur kata di samping masih mempertahankan kehidupan tradisinya
Penduduk Surakarta juga mengadopsi kehidupan modern, seperti banyaknya hotel berbintang, kafe, pub, bar, dan diskotik.
SEJARAH
Kota Solo (resminya Surakarta) dibangun pada tahun 1745, dimulai dengan pembangunan Keraton Kasunanan sebagai ganti ibu kota Kerajaan Mataram di Kartasura yang hancur akibat pemberontakan orang-orang Cina melawan kekuasaan Susuhunan Paku Buwono II yang bertakhta di Kartasura (dikenal dengan Geger Pacinan) pada tahun 1742.
Begitu hebatnya pemberontakan ini, sehingga Keraton Kartasura hancur dan PB II menyingkir ke Ponorogo, Jawa Timur. Berkat bantuan VOC, pemberontakan dapat ditumpas dan Kartasura direbut kembali, tapi bangunan kraton sudah hancur.
Kemudian dibangunlah keraton baru di Solo, 20 km ke arah selatan-timur dari Kartasura, pada 1745. Disusul kemudian lahirnya Perjanjian Giyanti (1755), yang membagi Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dengan rajanya Paku Buwono II, dan Kasultanan Jogjakarta dengan rajanya Hamengku Buwono (HB) I. Keraton dan kota Jogjakarta mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan kota Solo yang lebih dulu dibangun. Pada tahun 1757, dua tahun setelah Perundingan Gijanti, Kerajaan Surakarta terbagi lagi setelah Raden Mas Said memberontak dan akhirnya atas dukungan Susuhunan lahirlah Perjanjian Salatiga yang isinya Pangeran Raden Mas Said diperkenankan mendirikan kerajaan sendiri, dengan nama Pura Mangkunegaran.
Begitu mendengar pengumuman tentang kemerdekaan RI, raja-raja Mangkunegara dan Susuhunan mengirim kabar dukungan ke Presiden RI Soekarno dan menyatakan bahwa wilayah Mangkunegara dan Susuhunan adalah bagian dari RI.
Sebagai balasan atas pengakuan ini, Presiden RI Soekarno menetapkan pembentukan propinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS).
Oktober 1945, terbentuk gerakan Swapraja/anti monarki/anti Feodal di Surakarta, yang salah satu pimpinannya adalah Tan Malaka, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah pembubaran DIS, dan penghapusan Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagi dalam rangka kegiatan Landreform oleh gerakan komunis.
17 Oktober 1945, Wisir (penasihat raja) Susuhunan, KRMH Sosrodiningrat diculik dan dibunuh oleh gerakan Swapraja. Hal ini diikuti oleh pencopotan bupati-bupati di wilayah Surakarta yang merupakan kerabat Mangkunegara dan Susuhunan. Bulan Maret 1946, Wisir yang baru KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh gerakan Swapraja. April 1946, 9 pejabat Kepatihan juga mengalami hal yang sama.
Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka tanggal 16 Juni 1946, pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan politik Mangkunegara dan Susuhunan. Sejak saat itu Mangkunegara dan Susuhunan berubah menjadi suatu keluarga/trah biasa dan keraton/istana berubah fungsi sebagai tempat pengembangan seni dan budaya Jawa.
Tanggal 16 Juni diperingati setiap tahun sebagai hari kelahiran kabupaten Surakarta dan kota Surakarta.
Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.
Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan faktor-faktor historis sebelumnya, tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta
Dari tahun 1945 sampai 1948, Belanda berhasil menguasai kembali sebagian besar wilayah Jawa, kecuali Yogyakarta, Surakarta dan daerah-daerah sekitarnya.
Pada Desember 1948, Belanda menyerbu wilayah RI yang tersisa, mendudukinya dan menyatakan RI sudah hancur dan tidak ada lagi. Jendral Soedirman menolak menyerah dan mulai bergerilya di hutan-hutan dan desa-desa di sekitar kota Jogyakarta dan Surakarta.
Untuk membantah klaim Belanda, maka Jendral Soedirman merencanakan "Serangan Oemoem" yaitu serangan besar-besaran yang bertujuan menduduki kota Jogyakarta dan Surakarta selama beberapa jam. Serangan Oemoem di Jogyakarta dipimpin oleh Lt. Kol. Soeharto. Serangan Oemoem di Surakarta tanggal 7 Agustus 1949 dipimpin oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi.
Untuk memperingati Serangan Oemoem ini maka jalan utama di kota Surakarta dinamakan "Jalan Brigadir Jendral Slamet Riyadi".
SOLO DALAM DATA
Provinsi : Jawa Tengah
Luas wilayah : 44,03 km²
Penduduk : 552.542 (2005) - Kepadatan 12.998,97/km²
Suku bangsa : Jawa, Tionghoa, Arab
Bahasa : Jawa, Indonesia
Agama : Kejawen, Islam, Katholik Roma, Kristen Protestan, Hindu, Buddha
Kecamatan : 5
Kelurahan : 51
Walikota : Ir. Joko Widodo
Wakil Walikota : F.X. Hadi Rudyatmo
Batas Wilayah
Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali
Timur : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo
Selatan : Kabupaten Sukoharjo
Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
.: BANDARA / AIRPORT
Surakarta memiliki bandar udara internasional Adisumarmo (dulu bernama "Panasan", sebenarnya terletak di wilayah perbatasan Kabupaten Karanganyar dan Boyolali tapi letak bandara terletak di kabupaten boyolali) yang terhubung ke Jakarta, Singapura dan Malaysia. Waktu tempuh perjalanan udara dengan Jakarta berlangsung kurang lebih 50 menit. Beberapa operator penerbangan yang melayani rute dari/ke kota Solo antara lain Garuda Indonesia, Lion Air, Sriwijaya Air, Indonesia Air Asia, Mandala Air, Air Asia, Silk Air, dll. Bandar udara ini juga menjadi pusat pemberangkatan dan penerimaan haji dari Asrama Haji Donohudan Boyolali Indonesia.
.: STASIUN
Stasiun kereta api utama bernama Stasiun Solo Balapan yang merupakan stasiun untuk pemberangkatan kereta api kelas Bisnis dan Eksekutif dan terletak berdekatan dengan terminal bus Tirtonadi, suatu hal yang jarang dijumpai di Indonesia. Hubungan perjalanan dari setasiun ini cukup baik, mencakup semua kota besar di Jawa secara langsung dan hampir dalam semua kelas. Di Kota Surakarta juga terdapat tiga setasiun kereta api lain yang lebih kecil, yang salah satunya (Stasiun Solo Kota) dihubungkan dengan rel yang berada tepat sejajar di tepi jalan, satu-satunya yang masih difungsikan di Indonesia. Dua stasiun lainnya adalah Stasiun Purwosari dan Stasiun Jebres, kedua stasiun ini melayani penumpang kereta api kelas ekonomi.
.: TERMINAL BUS
Terminal bus besar kota ini bernama Tirtonadi yang beroperasi 24 jam. Terminal ini merupakan terminal utama di Kota Solo yang menghubungkan angkutan bus dari Jurusan Timur, seperti : Surabaya, Banyuwangi, Denpasar hinggaNusa Tenggara Barat/Lombok dan Jurusan Barat, seperti : Jakarta, Bandung, dan Kota-kota di Pulau Sumatra.
.: ANGKUTAN KOTA
Angkutan umum dalam kota mencakup bus kota, angkot, taksi, becak, dan andong.
01 April 2009
Sekilas Kota Solo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar