Sebagai bagian dari upaya melestarikan, melindungi dan memperkenalkan budaya Jawa, disamping juga menjaga predikat sebagai Kota Budaya, di Solo banyak diadakan perayaan-perayaan ritual yang kebanyakan terkait dengan perayaan hari besar agama Islam dan terpusat di Kraton maupun Pura Mangkunegaran.
Dalam perayaan-perayaan tersebut puluhan ribu orang dari Solo dan sekitarnya berdatangan ke Solo sebagai kota raja untuk ikut merayakan, bergembira maupun sekedar bernostalgia dan memenuhi rasa penasaran.
Berikut ini perayaan-perayaan yang rutin diadakan di kota Solo.
1. Sekaten - Garebeg Mulud
Sekaten adalah suatu pesta rakyat yang diselenggarakan selama satu bulan penuh setiap tahun di Alun-Alun Utara, Masjid Agung, serta Komplek Karaton Surakarta Hadiningrat dalam menyambut datangnya Maulud Nabi Muhammad SAW. Sekaten berasal dari kata 'Sekati' yang berarti meng-estimasi dan meng-evaluasi untuk menentukan baik dan buruknya sesuatu. Tetapi ada juga beberapa kalangan yang mengangap kata sekaten merupakan asimilasi dari bahasa Arab 'Syahadatain'.
Banyak sekali kegiatan yang disajikan dalam perayaan Sekaten, mulai dari pasar murah, pasar malam, pameran sampai dengan pertunjukan-pertunjukan kesenian. Ada beberapa benda yang khas atau erat banget hubungannya dengan sekaten, yaitu mainan kodok-kodokan, gasing, kapal-kapalan, brondong nasi, cambuk serta celengan gerabah.
Beberapa kalangan (terutama generasi muda) sepertinya sudah kehilangan ketertarikan pada perayaan Sekaten. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh semakin banyaknya pilihan hiburan yang dapat dijumpai di Kota Solo saat ini sebagai dampak modernisasi. Sebuah pekerjaan rumah yang tidak ringan bagi Kraton maupun Pemda Surakarta untuk dapat mengemas kegiatan Sekaten ini semenarik mungkin (tanpa kehilangan makna dan nuansa tradisi) agar dapat menemukan kembali daya magnetnya untuk menarik semua kalangan untuk kembali datang mengunjunginya.
Tapi bagi penggemar fotografi, Sekaten adalah salah satu surga untuk mendapatkan object foto yang menarik.
Perayaan Sekaten mencapai puncak saat ditabuhnya Gamelan Kyai Guntur Sari dan Gamelan Kyai Guntur Madu di Masjid Agung sebagai tanda Sekaten resmi dibuka. Kedua gamelan ini ditabuh selama seminggu pada tanggal 5 s/d 12 Rabiulawal dari jam 10:00 am sampai jam 10:00 pm, dengan jeda pada saat adzan. Penabuhnya adalah abdi dalem keraton yang disebt abdi dalem 'Niyogo'. Ada beberapa ritual yang khusus dan istimewa dari perayaan Sekaten, yaitu: ritual makan sirih dan telur asin Endog Kamal saat ke-dua gamelan ditabuh.
Gendhing pertama yang ditabuh pada perayaan sekaten adalah gendhing Rambu yang dimainkan oleh gamelan Kyahi Guntur Madu, yang ditabuh setelah Ashar. Gendhing kedua yang dimainkan oleh gamelan Kyahi Guntur Sari disebut gendhing Rangu.
Pada hari ketujuh (tanggal 12 Rabiulawal) pagi, kedua gamelan dibawa kembali masuk ke Keraton. Hal ini menandakan bahwa prosesi Gunungan akan segera dimulai. Prosesi ini dikenal dengan nama Hajat Dalem Pareden Gunungan garebeg Mulud. Gunungan yang dibawa dari dalam keraton menuju masjid agung untuk diperebutkan masyarakat terdiri dari gunungan kakung, gunungan putri dan gunungan anak. Dalam perjalanan menuju masjid agung, gunungan dikawal oleh prajurit Wirengan dengan diiringi gendhing yang dimainkan dari gamelan Corobalen.
2. kirab pusaka 1 suro
Kirab pusoko 1 Suro adalah prosesi kirab pusaka-pusaka sakral milik Kraton maupun Puro Mangkunegaran. Kirab dilakukan pada malam 1 Suro (tahun baru Jawa) atau tahun baru Islam, 1 Muharram.
Kirab di Puro Mangkunegaran biasanya mulai dilakukan pada jam 7 malam sampai selesai dengan cara berjalan kaki mengelilingi tembok Pura dengan tapa bisu (tidak mengeluarkan suara selama kirab).
Sedangkan kirab pusaka di Keraton Surakarta baru dimulai pada tengah malam sampai sekitar jam 3 dini hari, dengan rute melalui Alun-Alun Lor, Gladhag, Sangkrah, Pasar Kliwon, Gading, Gemblegan, Nonongan, Jl Slamet Riyadi dan kembali ke kraton melalui Gladhag dan Alun-Alun Lor dengan melalui jalur yang disebut Pradaksina (mengikuti arah jarum jam), dengan selalu menjaga posisi kraton berada di sebelah kanan pusaka yang dikirab.
Pusaka yang dikirab dibawa oleh sentono dalem (keluarga raja) dan abdi dalem yang terpercaya dan kuat secara fisik maupun spiritual karena pusaka tersebut dipercaya memiliki kekuatan spiritual yang besar. Sebelum prosesi kirab dilakukan, pusaka-pusaka yang akan dikirab akan di-jamas (dibersihkan) terlebih dahulu. Selama pusaka dibawa keluar dari Dalem Ageng Probosuyoso, Susuhunan dan sentono dalem yang tidak ikut kirab akan melakukan sesi meditasi dan Tahajud di Kagungan Dalem Masjid Pudyosono.
Kirab 1 Suro di Kraton Kasunanan Surakarta dipimpin oleh sekelompok kebo bule yang disebut kebo Kyahi Slamet. Kebo Kyahi Slamet biasa hidup mengembara disekitar Solo, mereka akan datang ke Kemandungan Lor setiap perayaan kirab 1 Suro akan dimulai tanpa ada yang mengarahkan. Begitupun ketika memimpin kirab, kebo Kyahi Slamet berjalan tanpa ada yang mengarahkan.
01 April 2009
Kalender Wisata Soloraya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar