31 Maret 2009

Always Laila (hanya cinta yang bisa)

Judul buku : Always, Laila (hanya cinta yang bisa)
Penulis : Andi Eriawan
Penerbit,tahun : GagasMedia, Jakarta, 2004
Tebal buku : 228 + xii halaman

Seorang Laila, umur 25 tahun, memiliki segalanya. Hidup yang ringan, tak banyak masalah, punya pacar (Pram) yang selama 8 tahun menemani hari-hari bahagianya.

Sebagai orang yang berlatar belakang teknik penerbangan, Laila memperoleh pekerjaan yang (tampaknya) tidak banyak masalah. Meskipun Andi Eriawan, pengarangnya tidak menyebutnya secara tegas apa profesi Laila.

Adapun Pram atau lengkapnya Phrameswara, sebaya dengan Laila, adalah sosok yang easy going, arsitek yang suka memasak, hingga memiliki kafe yang dinamakan Laila's Cafe, karena sangat mencintai Laila. Sebagai orang Bandung, Pram tidak menyukai bioskop dan factory outlet (FO) yang banyak bertebaran di kota itu. Semula ia tidak mau mengambil profesi yang mendasari pendidikannya, tetapi keadaan berbalik ketika Laila memutuskan cintanya begitu saja. Pram lalu pindah ke Yogya, bekerja pada sebuah perusahaan properti.

Sederhana, Klise
Kisah Laila dan Pram sebenarnya sederhana. Dua kekasih yang serasi, sepakat untuk menikah. Tak ada yang tidak menyetujui niat keduanya, karena kedua keluarga telah saling mengenal dengan baik. Tetapi tatkala mendapati dirinya mengidap Carsinoma Ovarium, yang mengakibatkan kedua indung telurnya harus diangkat demi keselamatan hidupnya, niat menikah itu pupus. Laila telah membayangkan perkawinannya kelak akan gaduh dengan suara anak-anak, dan Pram pun meyakini Laila akan menjadi sitri dan ibu yang baik. Tetapi, apa artinya jika Laila tak bisa memiliki anak yang lahir dari rahimnya sendiri?

Tanpa diketahui Pram, Laila punya argumen sendiri tentang kenyataan hidupnya. Menurutnya, untuk waktu-waktu dekat Pram mungkin akan menerima kondisi tubuh Laila dan tidak menjadikannya masalah besar. Tetapi, bagaimana lima atau sepuluh tahun mendatang? Apalagi Pram anak tunggal yang tentu diharapkan memiliki anak sebagai penerus keluarga.

Karena tidak ingin mengorbankan Pram itulah, lantas Laila menarik diri menjauh dari Pram tanpa pernah menjelaskan alasannya. Sementara Pram tetap mengejarnya selama lebih dari empat bulan, sampai putus asa lalu memutuskan pindah ke Yogya.

Lalu, setelah memikirkan sekian lama, Laila berubah, ingin kembali kepada Pram, dan mengejarnya ke Yogya. Tetapi Pram keburu meninggal kejatuhan balok batu karena menyelamatkan seorang pekerjanya.

Kesan
Dengan gaya tulisan yang lebih mirip monolog, bolak-balik, penulisnya mengemas novel ini menjadi ringan, lucu, menghibur. Ide cerita yang sederhana, biasa, klise, diolah dengan kalem tetapi lancar.

Konflik di beberapa bagian memang terasa kurang tereksplore, terutama saat Laila mengetahui perihal penyakitnya dari orang tuanya, dan saat Pram tewas kecelakaan di lokasi kerja. Mungkin ini yang ditangkap Anjar (penulis Baraja dan Kidung) dalam endorsment-nya: laki-laki menulis dengan 'apa adanya'.

Sebagai pembaca yang pernah kuliah di teknik meski bukan teknik penerbangan-, saya merasa 'kecewa' karena Laila tidak realistis, tidak berusaha mengejar kebahagiaan terakhirnya bersama Pram, tetapi malah meninggalkan Pram tanpa alasan. Bukankah selama 8 tahun pacaran, banyak hal yang membuat Laila seharusnya- mengenal Pram dengan baik, termasuk kemungkinan sikapnya ketika diberitahu penyakitnya?

Bagaimana pun, Andi Eriawan telah mengemasnya dengan luwes. Ide cerita memang sederhana, biasa, tetapi pernak-pernik informasi yang diselipkan di dalamnya membuat novel terbitan GagasMedia yang berjudul lengkap Always, Laila (hanya cinta yang bisa) ini terasa berwarna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar