03 April 2009

Homoseksual: Apa Dan Mengapa?

Kasus Ryan yang gencar diberitakan berbagai media akhir-akhir ini paling tidak telah mempopulerkan kembali beberapa fenomena psikologis seperti homoseksualitas dan juga gangguan kepribadian yang disebut psikopat. Karena sudah banyak blog yang membahas masalah psikopat, maka kali ini saya akan coba membahas masalah homoseksualitasnya saja.

Homoseksual secara awam kita kenal sebagai orang yang memiliki interaksi seksual dan/atau romantis dengan orang yang berjenis kelamin sama. Istilah homoseks ini lebih disukai oleh para penganutnya dibandingkan istilah gay atau lesbian. Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay sendiri sebenarnya digunakan untuk orang-orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai homoseks, baik lelaki maupun wanita. Adapun lesbian adalah suatu istilah yang hanya digunakan untuk wanita homoseks

Banyak di antara kita yang tidak tahu atau bahkan heran kenapa ada orang yang mau terlibat dalam hubungan homoseksual. Berdasarkan survey yang pernah dilakukan Klassen dkk (1989) hanya 14% laki-laki dan 10% perempuan yang dapat membayangkan bahwa perilaku tersebut dapat menimbulkan kenikmatan atau kesenangan.

Sebagian dari kita menyimpulkan bahwa dorongan tersebut bersifat bawaan, bahwa ada orang-orang tertentu yang memang “born that way”. Bagaimana sebetulnya hasil-hasil penelitian menjelaskan hal ini? Apakah homoseksual memang merupakan suatu hal yang alami atau tidak dapat ditolak??? Dalam dunia psikologi, setidaknya dikenal ada tiga macam penjelasan mengenai hal ini:

1. Perilaku homoseksual adalah suatu kebiasaan yang buruk, dimana individu menjadi seperti itu karena mereka bersikap permisif dan suka bereksperimen secara seksual. Artinya, kaum homoseksual memang memilih gaya hidup ini sebagai hasil dari memanjakan diri/ mengikuti hasrat (self-indulgence) dan tidak mau mengikuti aturan main di lingkungan.

2. Menurut sejumlah psikoanalis, perilaku homoseksual adalah suatu bentuk gangguan mental. Mereka percaya bahwa homoseksual bukan bersifat bawaan, melainkan disebabkan oleh hubungan keluarga yang tidak baik di masa kanak-kanak individu yang bersangkutan atau karena berbagai trauma yang dialami oleh individu tersebut.

3. Pandangan yang bersifat “biological”. Mereka percaya bahwa dorongan tersebut bersifat genetik atau disebabkan faktor hormonal. sehingga mereka tidak bisa memilih (untuk jadi homoseksual atau tidak). Oleh sebab itu juga tidak perlu ada “trauma masa kecil” dulu untuk menjadi homoseksual.

Manakah yang paling konsisten dengan kenyataan? Berikut adalah bukti-bukti yang telah ditemukan:

1) Tidak ada peneliti yang menemukan bukti adanya perbedaan biologis atau genetik antara heteroseksual dengan homoseksual

2) Orang-orang cenderung percaya bahwa hasrat seksual dan perilaku mereka adalah hasil proses belajar

Berikut ini adalah hasil penelitian Kinsey pada tahun 1940 dan 1970 terhadap 2679 homoseksual yang dilakukan sebelum gerakan menuntut hak kaum gay mempolitisi masalah ini. Penelitian ini secara meyakinkan menemukan bahwa mereka percaya bahwaperasaan dan perilaku mereka merupakan hasil dari pengaruh sosial.

Reasons For Preferring homosexuality (1940s and 1970)

* early homosexual experience(s) with adults and/or peers - 22%
* homosexual friends/ around homosexuals a lot - 16%
* poor relationship with mother - 15%
* unusual development (was a sissy, artistic, couldn’t get along with own sex, tom-boy, et cetera) - 15%
* poor relationship with father - 14%
* heterosexual partners unavailable - 12%
* social ineptitude - 9%
* born that way - 9%

Setelah maraknya gerakan menuntut hak kaum gay, pada tahun 1983,Family Research Institute melakukan penelitian terhadap 147 homoseksual. Hasilnya, mereka menemukan bahwa 35% kaum homoseksual mengatakan bahwa hasrat seksual mereka bersifat bawaan, sisanya menganggap bahwa perilaku mereka karena proses belajar.

3) Homoseksual senior seringkali mencari “penerus”

Berbagai penelitian menemukan bahwa pengalaman homoseksual pertama mereka biasanya terjadi atas inisiatif orang yang lebih tua.

4) Pengalaman homoseksual di masa kecil mempengaruhi pola perilaku di masa dewasa

Penelitian Van Wyk dan Geist tahun 1980 mendapatkan hasil bahwa pengalaman homoseksual di masa kanak-kanak, terutama jika hal itu merupakan pengalaman seksual pertama, adalah predictor yang kuat terhadap perilaku homoseksual individu dewasa baik lelaki maupun wanita. Penelitian serupa yang dilakukan Family Research Institute menemukan bahwa 2/3 anak laki-laki yang pengalaman seks pertamanya adalah homoseksualitas akan berperilaku homoseksual pula di masa dewasanya.

5) Perilaku seksual dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, terutama kepercayaan religius

Penelitian Kinsey melaporkan bahwa aktivitas homoseksual lebih sedikit ditemui di komunitas-komunitas yang berpegang teguh pada agamanya, dan sebaliknya, aktivitas homoseksual banyak ditemui dalam kelompok-kelompok yang kurang aktif beragama.

6) Banyak yang mengubah preferensi seksual mereka

Penelitian Cameron, Cameron dan Proctor menemukan bahwa wanita yang mengaku lesbian dan lelaki yang mengaku menikmati seks homoseksual mengatakan bahwa mereka juga dapat tertarik secara seksual kepada lawan jenisnya.

* 85% lesbian tersebut and 54% homoseksual tersebut melaporkan bahwa mereka memiliki hubungan seksual dengan lawan jenisnya pada masa dewasa
* 67% lesbian and 54% homoseksual melaporkan bahwa mereka memiliki ketertarikan seksual pada lawan jenis
* 82% lesbian and 66% of homoseksual melaporkan bahwa mereka pernah jatuh cinta pada lawan jenisnya.

7) Banyak dijumpai mantan homoseksual

Banyak orang yang pernah terlibat dengan 1 atau 2 pengalaman homoseksual kemudian tidak pernah melakukannya lagi (Klassen et.al, 1989). Salah satu contohnya adalah selebritis bernama Jupiter Fortissimo yang menyatakan tidak mau lagi menjadi gay.
Apa penyebab hasrat homoseksual?

Kalau homoseksual bukan karena keturunan, lalu apa penyebabnya? Paling tidak ada 4 faktor yang menurut para peneliti berperan penting dalam hal ini:

1. Pengalaman Homoseksual:

* Pengalaman homoseksuak di masa kanak-kanak, terutama jika itu merupakan pengalaman seksual pertama atau pengalaman seksual dengan orang dewasa
* Kontak homoseksual apapun dengan orang dwasa, terutama dengan figure otoritas atau kerabat (dalam sebuah survey di Amerika, 5% homoseksual dewasa melaporkan mereka pernah terlibat hubungan seksual dengan guru SD atau SMPnya).

2. Abnormalitas dalam keluarga, meliputi:

* Ibu yang sangat dominan, posesif, atau menolak anak
* Tidak memiliki sosok ayah, ayah jauh (dimata dan di hati) ataupun menolak anak
* Orang tua dengan kecenderungan homoseksual, khususnya yang mencabuli anaknya yang berjenis kelamin sama
* Saudara yang memiliki kecenderungan homoseksual, terutama yang mencabuli saudara laki-laki atau saudara perempuannya
* Kurangnya lingkungan rumah yang religius
* Perceraian, yang sering mengarah pada masalah seksualitas pada anak maupun orang tuanya
* Orang tua yang mencontohkan peran seks (sex role) yang tidak konvensional
* Orang tua yang menerima homoseksualitas sebagai hal yang sah-sah saja. Misal: menerima teman kerja atau sahabat yang homoseks sebagai bagian dari keluarga

3. Pengalaman seksual yang tidak lazim, khususnya di masa kanak-kanak:

* Masturbasi dini atau berlebihan
* Terekspos pornografi di masa kanak-kanak
* Depersonalized sex (contoh: terlibat dalam hubungan seks berkelompok atau seks dengan binatang)
* Pada perempuan, terlibat interaksi seksual dengan lelaki dewasa

4. Pengaruh budaya:

* Adanya sub-kultur homoseksual yang nampak di lingkungan dan disetujui secara sosial sehingga mengundang keingintahuan dan keinginan untuk mencoba-coba
* Pendidikan seks yang pro-homoseksual
* Figur otoritas yang secara terbuka mengakui bahwa dia homoseks
* Lingkungan sosial dan hukum yang mentoleransi tindakan homoseksual
* Adanya gambaran bahwa homoseksualitas merupakan perilaku yang normal

Apakah homoseksual dapat diubah?

Tentu saja. Jelas hal yang harus dihilangkan adalah perilaku homoseksualnya. Artinya, individu yang bersangkutan harus mau dan mampu mengontrol hasrat mereka (menjauhi kontak homoseksual) secara disiplin. Hal penting lainnya adalah dukungan dari orang-orang yang tidak menyetujui homoseksualitas terhadap mereka yang ingin berubah ini. Pengobatan dengan psikoterapi kemungkinan berhasilnya dalam menyembuhkan homoseksualitas berkisar 30%, jika didukung oleh komitmen religius individu, maka upaya untuk menghindar dari kebiasaan homoseksual ini akan lebih berhasil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar